Selasa, 10 Agustus 2021

KHUTBAH JUM'AT "ADA EMPAT TUJUAN DICIPTAKANNYA LISAN" MENURUT (Al-Imam Abu Hamid Muhammad)

 


بسم الله الرحمن الرحيم

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ اَنْعَمَنَا بِنِعْمَة الْاِيْمَانِ وَ الْاِسْلَامِ وَ أَعْطَىنَا اللِّسَانَ بِاَفْصَحِ الْكَلَامِ. أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الرَّحْمٰنُ وَ أَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا وَ حَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ الْكِرَامُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلٰى اٰلِهِ وَ اَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ

فَيَاعِبَادَ اللهُ  أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ, قال تعالى فِي كِتَابِهِ الْكريم: ياايها الذين امنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمو، قال تعالى ،  يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا،

Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah

Marilah kita tingkatkan takwa kita kepada Allah swt, karena manusia terbaik di sisi Allah adalah yang paling bertakwa kepada-Nya. Dan marilah kita wujudkan ketakwaan ini dengan senantiasa menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang Allah

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah

Al-Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali al-Thusi menyampaikan dalam Bidayatul Hidayah, bahwa ada empat hal tujuan diciptakannya lisan oleh Allah

Pertama, memperbanyak dzikir, ingat kepada Allah . Hal ini sebagai bentuk kita bersyukur kepada-Nya yang telah memberikan begitu banyak nikmat. Banyaknya menyebut asma Allah dan mengingat-Nya dengan berdzikir, juga merupakan wujud cinta kita kepada-Nya. Sebab, pepatah mengatakan bahwa semakin kita cinta, semakin kita akan sering menyebut-nyebut namanya. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. mengingatkan bahwa hamba yang paling utama derajatnya di sisi Allah pada hari kiamat nanti adalah mereka yang banyak berdzikir kepada Allah

Imam Abul Hasan al-Wahidi mengutip pernyataan Ibnu Abbas, mengatakan bahwa maksud dari hadits tersebut adalah berdzikir kepada Allah di berbagai kesempatan seperti usai shalat, tidur, bangun dari tidur, setiap makan dan juga saat istirahat.

Kedua, membaca Al-Qur’an. Hal ini penting untuk dapat menuntun kita ke jalan agama Allah yakni agama Islam. Membaca Al-Qur’an juga memberikan kita begitu banyak pahala, meskipun kita tidak memahami kandungan dari ayat-ayat yang kita baca. Memperbanyak membaca Al-Qur’an juga akan memberikan kita syafaat kelak di hari kiamat. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw bersabda:

   خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

"Sebaik-baiknya orang di antara kalian adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya".

Ketiga, memberikan petunjuk bagi makhluk Allah mengenai agamanya yang benar, yang dijalankan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, yakni agama Islam.

Keempat, menyampaikan kebutuhan agama dan dunia kita. Dalam arti belajar dan melakukan sesuatu keduniaan untuk memenuhi persyaratan peribadatan kita kepada Allah swt. Termasuk soal keduniaan, kita bekerja untuk memperoleh bekal makan sebagai sarana agar kuat dalam beribadah kepada Allah swt. Sebagaimana dalam sebuah sya’ir disebutkan

اعمل لدنياك كانك تعيش ابدا وعمل لاخرتك كانك تموت غدا

“Kerjakanlah amal duniamu seolah-olah kamu hidup selamanya, dan kerjakanlah amal akhitarmu seolah-olah kamu mati besok pagi”

Jika lisan tidak digunakan untuk selain empat hal tersebut, maka tidak ada pilihan lain kecuali diam. Sebab, jika lisan tidak digunakan sesuai dengan tujuan penciptaannya, maka hal tersebut merupakan bentuk kufur nikmat. Oleh karena itu, marilah kita gunakan lisan sesuai dengan tujuannya atau lebih baik diam saja. Allah pun berfirman dalam Al-Qur’an. (QS Al-Ahzab: 70)

   يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian dan berkatalah (dengan) hal-hal baik.”

 Dalam ayat lain, Allah  berfirman:

   مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ

“Tidak sekali-kali seorang manusia berbicara sepatah kata pun kecuali di sampingnya terdapat Raqib dan Atid” (QS Qaf: 18).

 Artinya, jika bukan hal baik yang disampaikan, lebih baik diam, tidak malah mengatakan hal-hal yang buruk. Sebab, ada dua malaikat yang selalu siap sedia mencatat segala perkataan kita.

Jamaah Jumat sekalian yang dimuliakan Allah

Rasulullah Saw bersabda sebagaimana dikutip dalam Lubabul Hadits:

 مَنْ صَمَتَ نَجَا

“Siapa yang diam, maka dia selamat.”

Bahwa diam dari bicara, tidak ngomong memang tidak memberikan pahala terhadap orang tersebut. Akan tetapi, dia dapat selamat dari siksa Allah. Sebab, dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari Ibn Umar radliyallahu ‘anhuma, disabdakan:

من كثر كلامه كثر حطئه ومن كثر حطئه كثر ذنوبه ومن كثر ذنوبه فاالنار اولى به

“Barang Siapa yang banyak bicaranya, maka dia banyak salahnya. Siapa banyak salahnya, maka banyak dosanya. Dan Siapa yang banyak dosanya, tentu neraka lebih utama baginya.”

Oleh karena itu, Mari kita upayakan untuk tidak perlu banyak bicara. Sebab, Luqman pernah berkata kepada anaknya, bahwa jika bicara merupakan bagian dari perak, maka diam adalah emas. Artinya, sebagaimana disebutkan Ibnul Mubarak, jika berbicara dalam ketaatan kepada Allah adalah perak, maka diam dari maksiat kepada Allah adalah bagian dari emas.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Dalam kitab lain, Syarh Muraqil Ubudiyah Syekh Nawawi menjelaskan bahwa diam mengandung 7.000 kebaikan yang terangkum dalam tujuh kalimat berikut.

1.    Diam adalah ibadah tanpa usaha

2.    Perhiasan tanpa permata

3.    Kemuliaan tanpa raja

4.    Benteng tanpa penjaga

5.    Tidak butuh alasan manusia

6.    Memperoleh kemuliaan malaikat Katibin

7.    Tirai aib-aibnya

Oleh karena itu, mari kita jaga lisan kita, jaga jari-jemari dan lisan kita untuk menjalankan empat hal yang telah dijabarkan diatas. Jika tidak, maka tahan lisan kita untuk berbicara dan jemari kita dari mengunggah hal-hal buruk di media sosial dengan diam.

Demikian khutbah ini yang saya sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Semoga kita bisa menjaga lisan kita dan jari-jemari kita dari perbuatan dosa, aminn


barokallah.png





Senin, 12 April 2021

GEMBIRA MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN 1442 H

 


REMAJA MUSHOLLA HASAN AL-HUSAIN
Dusun Loang Sawak Desa Barejulat
GEMBIRA MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN 1442 H

Alhamdulillah kita diizinkan Allah SWT, berjumpa dengan bulan terbesar tahun ini, yaitu bulan Ramadhan. Banyak keutamaan di dalamnya, tentunya sebagai seorang yang beriman kita patut bergembira akan datangnya bulan Ramdhan. Kalau mau sadar diri, tentu kita masih kurang dalam beribadah, masih saja berbuat maksiat, sia-sia. Nah, sudah tentu senang ketika dikaruniai umur sampai di bulan Ramadhan tahun ini kan ?, kita bisa perbaiki amalan kita, dilipatgandakan pula, dijanjikan diampuni dosa, di bulan Ramadhan bisa jadi moment ‘move on, menjadi lebih baik, sahabat.

          Bekal apa yang perlu kita lakukan dalam menyambut bulan suci Ramadhan ?. Tentu juga bukan bekal seperti resep kue, belanja ke pasar dan lain sebagainya .Bulan Ramadhan memiliki banyak keutamaan, sehingga sudah seharusnya kita berjuang untuk mendapatkan keutamaan itu. Semoga dengan persiapan bekal yang matang, kita bisa memaksimalkan diri kita untuk memperoleh keutamaan-keutamaan bulan suci Ramadhan. Berikut tiga bekal yang kita persiapkan:

  1. Bekal Ilmu. Agar ibadah kita menuai manfaat, berfaedah, dan tidak asal -asalan kita perlu tahu ilmunya. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,"Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan." (Al Amru bil Ma'ruf, hal. 15). Tidak tahu akan hukum puasa, bisa jadi puasa kita rusak. Tidak tahu apa saja hal-hal yang disunnahkan saat puasa, kita bisa kehilangan pahala yang banyak. Tidak tahu jika maksiat bisa mengurangi pahala puasa, kita bisa jadi hanya dapat lapar dan dahaga saja saat puasa. Tidak tahu jika dzikir bareng-bareng entah sehabis shalat lima waktu atau di antara tarawih atau sehabis witir, itu tidak ada dalilnya, akhirnya yang didapat hanya rasa capek karena tidak menuai pahala. Ingatlah syarat diterimanya ibadah bukan hanya ikhlas. Ibadah bisa diterima jika mengikuti tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, alias ada landasan dalilnya.
  2. Memperbanyak Taubat .Inilah yang dianjurkan oleh para ulama kita. Sebelum memasuki bulan Ramadhan, perbanyaklah taubat dan istighfar. Semoga di bulan Ramadhan kita bisa menjadi lebih baik. Kejelekan dahulu hendaklah kita tinggalkan dan ganti dengan kebaikan di bulan Ramadhan.

             Ingatlah bahwa syarat taubat yang dijelaskan oleh para ulama sebagaimana dinukil oleh Ibnu Katsir rahimahullah, “Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang. Lalu jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikannya/ mengembalikannya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14:61). Inilah yang disebut dengan taubat nashuha, taubat yang tulus dan murni. Semoga Allah menerima taubat-taubat kita sebelum memasuki waktu barokah di bulan Ramadhan sehingga kita pun akan mudah melaksanakan kebaikan.

Di antara do'a untuk meminta segala ampunan dari Allah adalah do'a berikut ini:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى خَطِيئَتِى وَجَهْلِى وَإِسْرَافِى فِى أَمْرِى وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّى اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى جِدِّى وَهَزْلِى وَخَطَئِى وَعَمْدِى وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِى

“Allahummagh-firlii khothii-atii, wa jahlii, wa isrofii fii amrii, wa maa anta a’lamu bihi minni. Allahummagh-firlii jiddi wa hazlii, wa khotho-i wa ‘amdii, wa kullu dzalika ‘indii” (Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kejahilanku, sikapku yang melampaui batas dalam urusanku dan segala hal yang Engkau lebih mengetahui hal itu dari diriku. Ya Allah, ampunilah aku, kesalahan yang kuperbuat tatkala serius maupun saat bercanda dan ampunilah pula kesalahanku saat aku tidak sengaja maupn sengaja, ampunilah segala kesalahan yang kulakukan) (HR. Bukhari no. 6398 dan Muslim no. 2719).

Catatan penting, mungkin selama ini ada kebiasaan sms atau whatsapp maaf-maafkan di tengah-tengah kaum muslimin menjelang Ramadhan. Ingat bahwa meminta maaf itu memang disyariatkan terhadap sesama apalagi ketika berbuat salah, betul memang bentuk taubatnya adalah minta dimaafkan. Namun bukan jadi kelaziman setiap orang harus minta maaf, padahal tidak ada salah apa-apa. Apalagi kelirunya lagi jika hal ini dianggap kurang afdhol jika tidak dijalani menjelang Ramadhan.

            3).  Memohon Kemudahan dari Allah.Selain dua hal di atas, kita juga harus pahami                       bahwa untuk mudah melakukan kebaikan di bulan Ramadhan, itu semua atas                           kemudahan dari Allah. Jika kita terus pasrahkan pada diri sendiri, maka ibadah                         akan menjadi sulit untuk dijalani. Karena diri ini sebenarnya begitu lemah. Oleh                        karena itu, hendaklah kita banyak bergantung dan tawakkal pada Allah dalam                          menjalani ibadah di bulan Ramadhan. Terus memohon do'a pada Allah agar kita                      mudah menjalankan berbagai bentuk ibadah baik shalat malam, ibadah puasa itu                      sendiri, banyak berderma, mengkhatamkan atau mengulang hafalan Qur'an dan                        kebaikan lainnya.

Do'a yang bisa kita panjatkan untuk memohon kemudahan dari Allah adalah sebagai berikut.

اللَّهُمَّ لاَ سَهْلَ إِلاَّ مَا جَعَلْتَهُ سَهْلاً وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلاً

“Allahumma laa sahla illa maa ja’altahu sahlaa, wa anta taj’alul hazna idza syi’ta sahlaa” (Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang Engkau buat mudah. Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika Engkau kehendaki pasti akan menjadi mudah). (Hadits ini dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya 3:255. Dikeluarkan pula oleh Ibnu Abi ‘Umar, Ibnus Suni dalam ‘Amal Yaum wal Lailah).

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَتَرْكَ الْمُنْكَرَاتِ

"Allahumma inni as-aluka fi'lal khoiroot wa tarkal munkaroot." (Ya Allah, aku memohon pada-Mu agar mudah melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran). (HR. Tirmidzi no. 3233, shahih menurut Syaikh Al Albani).

              Semoga Allah menjadikan Ramadhan kita lebih baik dari sebelumnya. Marilah kita menyambut dan menjalani ibadah di Bulan Ramadhan Mubarok dengan suka cita, diiringi ilmu, taubat dan perbanyak do'a kemudahan. Wallahu a’lam.

 


Minggu, 27 Oktober 2019

SELAMAT HARI SUMPAH PEMUDA


Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.

Kami segenap jajaran Pemuda Anti Galau mengucapkan Selamat hari sumpah pemuda 28 Oktober 2019

@iki_anja
@imronhafizi
@lukman4525
@ululazmi1107

Minggu, 02 Juni 2019

REMAJA MUSHOLLA HASAN AL-HUSAIN MUKIM LENGKOK PANDAN DALAM MENYAMBUT HARI KEMENANGAN

REMAJA MUSHOLLA HASAN AL-HUSAIN Dusun Loang Sawak Mukim di Lengkok Pandan Dalam Merayakan  Idul Fitri, Merayakan “Hari Kemenangan”


Idul Fitri Adalah salah satu dari dua hari raya Islam. Hari ini dirayakan tepat setelah umat Islam selesai berpuasa Ramadan. Bagi para sahabat dan ulama salafus shalih, akhir Ramadan merupakan momen yang sangat menyedihkan dan penuh air mata. Satu bulan yang sangat mulia, yang di dalamnya penuh dengan keberkahan, tak terasa telah usai dan pergi setidaknya selama satu tahun. Itu pun jika umur masih mencapainya.

Dalam hal ini menurut Remaja Musholla Hasan Al-Husain Walaupun kepergian Ramadan penuh dengan nuansa kesedihan, namun merayakan hari raya adalah kewajiban. Adalah hal yang sangat umum terjadi di berbagai negara idul fitri dirayakan dengan meriah. Sebagaimana sebuah perayaan, tentu kita harus menghindari sikap berlebih-lebihan. Dikhawatirkan terlalu terbuai dalam perayaan malah menghilangkan esensi dari idul fitri itu sendiri.

Hari Kemenangan?

Lumrah di negeri Indonesia bahwa idul fitri dipahami sebagai “hari kemenangan”. Hal ini dikarenakan masyarakat kita menyebutnya sebagai “idul fitrah”, dan diartikan sebagai “kembali ke fitrah”. Fitrah atau suci, yaitu ketika manusia bersih dari segala dosanya karena telah melaksanakan puasa Ramadan sebulan sebelumnya.

Menghayati Kembali Tujuan Satu Bulan Berpuasa

Tapi jika memang masyarakat kita lebih suka mengartikannya sebagai “hari kemenangan”, maka kita mesti merenungi apa maksud dari kemenangan.
“Menang” diartikan bahwa kita mampu menahan diri selama sebulan. Mengendalikan diri agar tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa walau hukum asal dari hal-hal tersebut adalah boleh. Ya, merayakan hari raya kemenangan karena kita berhasil “mengalahkan diri sendiri” selama sebulan.
Jika mengerjakan yang halal saja tidak boleh (yaitu makan, minum, dan berhubungan bagi suami istri), apalagi yang haram? Karena itu mari kita ingat-ingat kembali selama sebulan ini, adakah masih kita berbuat hal yang haram? Meskipun hal yang haram tersebut secara hukum tidak membatalkan puasa (atau hal haram tersebut dilakukan di waktu berbuka), apakah esensi dari berpuasa dan mengalahkan diri sendiri tersebut sampai ke dalam hati kita?
Jika hal-hal seperti ini masih kita lalaikan di bulan Ramadan, apakah pantas bagi kita untuk merayakan hari kemenangan? Atau, jangan-jangan kita hanya ikut-ikutan saja untuk memeriahkan hari raya tersebut?
Kita ingat-ingat kembali juga, apa tujuan kita bersusah payah berpuasa selama sebulan? Kalau kita memikirkannya murni pakai logika, maka berpuasa itu tidak masuk akal. Manusia butuh kalori, butuh sumber energi untuk menjalankan aktivitas sehari-harinya. Kondisi kekurangan energi atau hipoglikemi dalam waktu berjam-jam akan membuat pekerjaan seseorang menjadi tidak efektif. Mungkin itu lah yang ada di dalam pikiran orang-orang tidak beriman yang memang tidak mengerti. Bahkan seorang liberalis dengan angkuhnya bercuit “Mana bisa Allah mewajibkan puasa? Padahal fitrah manusia itu kalau lapar ya makan, kalau haus ya minum.” (naudzubillah).
Orang-orang yang menjalani hidup murni hanya menggunakan logika tidak akan memahami makna iman. Alasan utama umat Islam berpuasa ialah karena diperintahkan oleh Allah. Disebutkan dalam Alquran secara jelas dan benderang. Namun, Allah memerintahkan makhluk-Nya untuk berpuasa dengan suatu tujuan.
Apakah tujuan itu?
Ya, tujuan itu adalah agar kita bertaqwa. Pertanyaannya, setelah berpuasa selama sebulan, sudahkah kita menjadi insan yang bertaqwa?
Taqwa memiliki berbagai pengertian. Suatu ketika Umar bin Khathab pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang taqwa. Ubay berkata, “Apakah Anda pernah melewati jalan yang banyak durinya?” “Pernah,” jawab Umar. Ubay bertanya kembali, “Bagaimana ketika Anda melewatinya?” Umar menjawab, “Saya sungguh berhati-hati sekali supaya tidak kena duri.” Ubay berkata, “Itulah arti taqwa yang sebenar-benarnya.”
Apakah setelah selesai puasa Ramadan, kita menjadi semakin berhati-hati agar tidak berbuat dosa? Seberapa mampu kita menjaga diri agar senantiasa memilih jalan yang selamat dan tidak tertusuk duri maksiat?
Jika puasa tidak membuat menjadi pribadi yang bertaqwa, apakah kita termasuk yang disebut dalam hadis “Betapa banyak orang yang berpuasa namun ia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali lapar dan dahaga.” (HR. At Thabrani)? Astagfirullah…
Mari diingat-ingat kembali tujuan kita berpuasa, lalu mengevaluasi diri. Jika dirasa belum, bahkan terasa masih jauh, maka berusahalah. Berusaha dan bermujahadah/bersungguh-sungguhlah sebelum nyawa mencapai tenggorokan.
Di akhir bulan Ramadan, saatnya kita perbanyak istigfar, perbarui tobat. Entah usia kita masih ada untuk Ramadan tahun depan atau tidak.
Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (Az-Zumar: 53)
Pendidikan puasa selama sebulan akan terlihat hasilnya di bulan-bulan berikutnya. Karena, semenjak dikumandangkannya takbir pertanda masuk bulan syawal lah waktunya pembuktian. Apakah dari puasa sebulan yang lalu ada perbaikan yang didapatkan, atau hanya lapar dan haus; itu semua dibuktikan di bulan-bulan berikutnya.

Menggapai Keberkahan Idul Fitri dengan Melaksanakan Sunnah

Idul fitri adalah untuk dirayakan. Tidak boleh ada yang berpuasa, dan seharusnya setiap umat muslim bergembira. Tentu saja dirayakan dalam kadar yang wajar dan tidak berlebihan, apalagi sampai melupakan kewajiban.
Agar kebahagiaan ini bukan sekadar perayaan tapi juga bernilai ibadah, marilah laksanakan hal-hal yang disunnahkan ketika hari raya. Sebaliknya, hal-hal yang mendekatkan diri dari kelalaian mengingat Allah bahkan perbuatan dosa jangan sampai mengotori kemeriahan hari raya umat Islam ini.
  1. Takbir
Ibn Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Nabi saw. keluar rumah menuju lapangan kemudian beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. Beliau tetap bertakbir sampai solat selesai. Setelah menyelesaikan shalat, beliau menghentikan takbir. (HR. Ibn Abi Syaibah)
Takbir tidak harus di masjid atau lapangan, tapi bisa dilakukan di mana saja. Disunnahkan bagi laki-laki untuk mengeraskan suaranya ketika bertakbir. Zikir takbir dimulai semenjak terbenam matahari (masuk bulah syawal) hingga shalat ied dilaksanakan.
  1. Shalat idul fitri
Shalat idul fitri adalah Sunnah muakkadah, bahkan ada ulama yang mewajibkannya. Karena itu, sangat dianjurkan bagi kaum muslimin untuk shalat ied
“Rasulullah saw. dahulu keluar di hari idul fitri dan idul adha ke mushalla, yang pertama kali beliau lakukan adalah shalat, lalu berpaling dan kemudian berdiri di hadapan manusia sedang mereka duduk di shaf-shaf mereka. Kemudian beliau menasihati dan memberi wasiat kepada mereka serta memberi perintah kepada mereka. Bila beliau ingin mengutus suatu utusan maka beliau utus, atau ingin memerintahkan sesuatu maka beliau perintahkan, lalu beliau pergi.”(HR. Bukhari)
  1. Makan sebelum shalat
Disunnahkan untuk makan terlebih dahulu sebelum berangkat shalat idul fitri.
Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Adalah Rasulullah saw. tidak keluar di hari fitri sebelum beliau makan beberapa kurma. Murajja’ bin Raja’ berkata, ‘Abdullah berkata kepadaku, ‘”Ia mengatakan bahwa Anas berkata kepadanya, “”Nabi memakannya dalam jumlah ganjil.”” (HR. Bukhari)
  1. Berpakaian Rapi dan Berhias
Umar ra. mengambil sebuah jubah dari sutera yang dijual di pasar, lalu ia mendatangi Rasulullah saw., kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, belilah ini dan berhiaslah dengannya untuk hari raya dan menyambut tamu.” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak mendapatkan bagian (di hari kiamat.)” (HR. Bukhari)
Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Kesimpulannya, disyariatkan berhias pada hari raya dari hadits ini didasari oleh persetujuan nabi tentang berhias di hari raya. Adapun pengingkarannya hanya terbatas pada macam atau jenis pakaiannya, karena ia terbuat dari sutera.”
Yang perlu dicatat di sini ialah berpakaian rapih layaknya menyambut tamu, namun tidak harus berupa pakaian baru. Berhias di sini pun tentu berhias sesuai dengan tuntunan syariat.
  1. Mandi Pagi
Dalam sebuah atsar disebutkan:
Seseorang bertanya kepada Ali ra. tentang mandi, maka Ali berkata, “Mandilah setiap hari jika kamu mau.” Seorang itu berkata, “Tidak. Mandi itu yang benar-benar mandi.” Ali berkata, “Hari jumat, hari arafah, hari idul adha, dan hari idul fitri.” (HR. Al Baihaqi)
  1. Pulang dari Tempat Shalat Ied dengan Rute yang Berbeda
Dari Jabir, ia berkata, “Nabi saw. apabila di hari ied beliau mengambil jalan yang berbeda.” (HR Bukhari)
Hikmah dari sunnah ini ialah agar dapat mengucapkan salam dan bersilaturahim dengan orang-orang di sekitar dari rute yang berbeda tersebut, serta untuk syiar Islam.
  1. Mengucapkan Ucapan Selamat Hari Raya
Kebanyakan masyarakat kita mengucapkan “Minal ‘aidin wal faidzin” yang berarti “dari yang kembali dan kemenangan” dan diikutin dengan “mohon maaf lahir dan batin”. Memang sudah menjadi tradisi dan budaya kita untuk maaf-memaafkan di hari idul fitri. Namun ucapan yang dianjurkan sebagaimana yang dilakukan para sahabat dan ulama salafus shalih ialah
Taqabballalhu minna wa minkum (semoga Allah menerima [amal ibadah] dari kami dan dari kalian). Wallahu a’lam. (sayyid/dakwatuna)
Hormat Kami Remaja Musholla Hasan Al-Husain 

Senin, 13 Mei 2019

REMAJA MUSHOLLA HASAN AL-HUSAIN (Edisi Ramadhan)


Bismillahirrahmanirrahim
Setidaknya, dalam bulan Ramadhan yang sekarang ini selalu di hiasi dengan:
  • Bersuka cita, bergembira dan senang. Karena Ramadhan adalah karunia Allah atas hamba-hamba-Nya.
  • Bertekad untuk mengisi bulan Ramadhan tahun ini dengan sebaik-baiknya. Karena bisa jadi bulan Ramdhan ini adalah yang terakhir bagi kita.
  • Bertawakal dan ber-isti’anah kepada Allah. Karena tidak sekejap mata pun kebaikan akan dapat kita lakukan tanpa taufiq dan pertolongan dari-Nya.
  • Bertobat kepada Allah atas segala dosa. Karena ibadah dan amal shaleh hanya mampu dikerjakan dengan hati yang bersih dan jiwa yang kuat, dan dosa membuat hati menjadi kotor, serta jiwa menjadi lemah.
  • Mulai membiasakan puasa dan ibadah yang lainnya dari sejak sekarang. Karena manusia sangat dipengaruhi kebiasaan.
  • Mempelajari kembali ilmu yang berkaitan dengan ibadah puasa. Dan ini setidaknya mencakup empat ilmu:
    1. Fadha`ilu Ash-Shiyaam (keutamaan puasa), agar kita memiliki motivasi yang kuat dalam menunaikan ibadah puasa.
    2. Hikamu Ash-Shiyaam (hikmah puasa), agar kita mengerti maksud Allah dalam mensyariatkan ibadah puasa.
    3. Ahkaamu Ash-Shiyaam (hukum-hukum puasa), agar kita faham sah atau tidaknya ibadah puasa kita.
    4. Aadaabu Ash-Shiyaam (etika puasa), agar pahala puasa kita tidak hilang atau berkurang, dan agar kita semakin dapat memaksimalkan raihan pahala di bulan Ramadhan.
Wassalam mualaikum wr wb


Baca selengkapnya https://muslim.or.id/21783-persiapan-menyambut-ramadhan.html

KHUTBAH JUM'AT "ADA EMPAT TUJUAN DICIPTAKANNYA LISAN" MENURUT (Al-Imam Abu Hamid Muhammad)

  بسم الله الرحمن الرحيم اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ اَنْعَمَنَا بِنِعْمَة الْاِيْمَانِ وَ الْاِسْلَامِ وَ أَعْطَىنَا اللِّسَانَ بِاَفْصَحِ ا...