Kamis, 01 November 2018

MAKALAH “SEJARAH PEMBUKUAN DAN PERKEMBANGAN KAWA’ID FIQHIYYAH” LENGKAP

MAKALAH

“SEJARAH PEMBUKUAN DAN PERKEMBANGAN
KAWA’ID FIQHIYYAH




Oleh:
NAMA   : ULUL AZMI

JURUSAN AKHWAL SAKHSIYYAH 

FAKULTAS SYARI’AH 
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM (UIN) 
MATARAM
2018



KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam atas limpahan rahmat serta karunianya sehingga makalah yang berjudul QAWA’ID FIQHIYYAHinidapat terselesaikan.Selawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan alam nabi besar Muhammad SAW.
Dengan terselesainya maklah ini , kami mengharapkan kepada teman-teman agar dapat memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang dikaji dalam makalah kami.
Kami menyadari bahwa dalam makalah yang kami buat ini masih ada kekurangan dan kekhilafan.Oleh karna itu, kepada para pembaca dan para pendengar, kami mengharapkan saran dan keritik konstruktif demi kesempurnaan makalah ini pada pembuatan yang selanjutnya.









BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Salah satu kekayaan peradaban Islam di dalam bidang hukum yang  masih jarang  ditulis  adalah  Kaidah Fiqih. Adapun yang sudah diperkenalkan antara lain tafsir, hadis, ushul fiqih dan fiqih, ilmu kalam dan tasawuf.Walaupun dibidang ini pun masih terus perlu dikoreksi, dielaborasi, dan dikembangkan sebagai alat dalam mewujudkan Islam sebagai rahmatan li al-‘alamin.
Kaidah-kaidah Fiqih merupakan kaidah yang menjadi titk temu dari masalah-masalah fiqih. Mengetahui kaidah-kaidah fiqih akan memudahkan akan memberikan kemudahan untuk  menerapkan fiqih dalam waktu dan tempat  yang berbeda untuk kasus, keadaan dan adat kebiasaan yang berlainan. Selain itu juga akan lebih moderat di dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, budaya dan lebih mudah dalam memberi solusi terhadap problem-problem yang terus muncul dan  berkembang dengan tetap berpegang kepada kemaslahatan, keadilan, kerahmatan dan hikmah yang terkandung di dalam fiqih.
Mengingat  kaidah  Fiqih merupakan   salah   satu  cabang  keilmuan  dalam  Islam yang  biasa  disebut  Ilmu   Qawaid   Al-Fiqhiyyah  atau  dalam  terminologi  lain dikenal Al-Asybah    Wa    Al-Nazhair.  Ilmu    ini juga    memenuhi prasyarat    sebagai ilmu yang independen   dan   memiliki    teori-teori seperti pada    khasanah    keilmuan    pada    umumnya serta  ruang lingkup  yang  sangat luas.  Adapun  dalam makalah  ini, memaparkan tentang Sejarah Pertumbuhan, Perkembangan dan Pengkodifikasian Qawaid Al-Fiqhiyyah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Pembukuan Kawa’id Fiqhiyyah ?
2.      Bagaimana Sejarah Pekembangan Kawa’id Fiqhiyyah ?
C.    Tujuan
1.      Untuk Mengetahui Sejarah Pembukuan Kawa’id
2.      Untuk Mengetahui Perkembangan Kawa’id



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Sejarah Perkembangan Kawa’id Fiqhiyyah
Awal mula qawaid fiqhiyyah menjadi disiplin ilmu tersendiri dan dibukukan terjadi pada abad ke 4 H dan terus berlanjut pada masa setelahnya.Ulama pertama yang melakukan pembukuan ilmu Qawaid Fiqhiyyah adalah ulama dari mazhab Hanafi, yaitu Abu Hasan Al Karkhi (wafat 340 H). Dalam risalahnya yang berjudul Ushul Al Karkhi, Abu Hasan Al Karkhi mengembangkan 17 kaidah dari Imam Abu Tahir al Dabbas menjadi 39 kaidah. Setelah Karkhi ulama mazhab Hanafi yang mengembangkan ilmu Qawaid Fiqhiyyah adalah Abu Zaid Ubaidullah al Dabbusi (wafat 430 H) dalam kitabnya Ta’sis an Nadhar.
            Selanjutnya Ilmu qawaid fiqhiyyah semangkin mengalami perkembangan.Pada abad ke-7 H qawa’id fiqhiyyah mengalami perkembangan yang sangat signifikan walaupun terlau dini untuk dikatakan matang. Diantara ulama yang menulis kitab qawa’id pada abad ini adalah al-‘Allamah Muhammad bin Ibrahin al-Jurjani al Sahlaki (w.613 H) ia menulis kitab dengan judul “al-Qawa’id fi Furu’I al- Syafi’iyah” , kemudian al-Imam Izzudin Abd al-Salam (w. 660 H) menulis kitab “Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam” yang sempat menjadi kitab terkenal. Dari kalangan madzhab Maliki Muhammad bin Abdullah bi Rasyid al-bakri al-Qafshi (685 H) menulis “al-Mudzhb fi Qawa’id al-Madzhab” dan masih banyak lagi. Karya-karya ini menunjukan bahwa qawa’id fiqhiyyah menglami perkembangan yang pesat pada abad ke-7 H. Qawa’id fiqhiyyah pada abad ini nampak tertutup namun sedikit demi sedikt mulai meluas.
Pada abad ke-8 H, ilmu qawaid fiqhiyyah mengalami masa keemasan, ditandai dengan banyaknya bermunculannya kitab-kitab Qawa’if fiqhiyyah.Dalm hal ini, ulama Syafi’iyyah termasuk yang paling kreatif. Diantara karya-karya besar yang muncul dalam abad ini adalah:
  • al-Asyabah wa an-Nadhair karya Ibnu al-Wakil al-Syafi’I (w.716 H)
  • kitab al-Qawa’id karya al-Maqqari al-Maliki (w. 758 H)
  • al-Majmu’ al-Mudzhab fi Dhabt al-Madzhab karya al-‘Alai al-Syafi’I (w.761 H). dll
Karya-karya besar yang mengkaji qawa’id fiqhiyyah yang disusun pada abad IX H banyak mengikuti metode karya-karya abad sebelumnya. Diantara karya-karya tersebut adalah:
  • Kitab al-Qawa’id karya Ibnu al-Mulaqqin (w. 840 H)
  • Asnal Maqashid fi Tahrir al-Qawa’id karya Muhammad bin Muhammad al-Zubairi (w. 808 H)
  • kitab al-Qawa’id karya Taqiyuddin al-Hishni (w. 829 H). dll
Dengan demikian, ilmu qawa’id fiqhiyyah berkembang secara berangsur-angsur.Pada abad VIII H, perkembangan ini qawa’id fiqhiyyah terbatas hanya pada penyempurnaan hasil karya para ulama sebelumnya, khususnya di kalangan ulama Syafi’iyah.Hal ini dapat dilihat misalnya pada kitab Ibnu al-Mulaqqin dan Taqiyuddin al-Hishni.
            Pada abad X H, pengkodifikasian qawa’id fiqhiyyah semakin berkembang.Imam al-Suyuti (w. 911 H) telah berusaha mengumpulkan qaidah fiqhiyyah yang paling penting dari karya al-‘Alai, al-subaki, dan al-zarkasyi.Ia mengumpulkan kaidah-kaidah tersebut dalam kitabnya al-Asybah wa al-Nadhai. Kitab-kitab karya ketiga tokoh ulama tersebut masih mencakup qawa’id ushuliyah dan qawa’id fiqhiyyah, kecuali kitab karya al-Zarkasyi.
            Pada abad XI dan XII H, ilmu qawa’id fiqhiyyah terus berkembang.Dengan demikian, fase kedua dari ilmu qawa’id fiqhiyyah adalah fase perkembangan dan pembukuan.Fase ini ditandai dengan munculnya al-Karkhi dan al-Dabbusi.Para ulama yang hidup dalam rentang waktu ini (abad IV-XII) hampir dapat menyempurnakan ilmu Qawa’id fiqhiyyah.
B.   Sejarah Perkembangan Kawa’id Fiqhiyyah
Sejarah Qawa’id Fiqhiyyah sebenarnya tidak terlepas dari masa terdahulu, yaitu ada  masa Rasulullah Saw,  masa Sahabat, dan masa Tabi’in.  Pada masa-masa ini keberadaan sebuah ilmu masih dalam bentuk bakunya yang bersumber dalam  Al-Quran  maupun   keterangan-keterangan  Rasulullah Saw   yang dikenal  dengan  Sunnah. Konteks keilmuan secara  umum pada abad-abad pertama belum  memiliki  sistematika dan metodologi khusus. Hal ini  disebabkan  segala  persoalan  yang dihadapai ketika itu  dijelaskan  secara langsung  oleh  Rasulullah Saw Akibatnya    ijtihad yang masih   berada  diantara   benar   atau   salah    tidak   diperlukan. Akan tetapi,   benih-benih   kaidah sebenarnya sudah  ada semenjak masa Nabi[1]
Beliau  adalah   penjelas  utama  dari  kandungan  ayat-ayat   al-Quran   dalam   menghadapi   problematika   kehidupan   yang   memerlukan hukum  baru. Di sisi   lain, Rasululah akan  menggali   hukum   dengan  beristinbat   terhadap   ayat-ayat    al-Quran  apabila   keterangannya  masih global. Prosesnya  inilah  yang  selanjutnya  melahirkan  proses   pembentukan  hukum-hukum  Islam  termasuk  Qawaid  Fiqhiyyah.  Atas  Keterangan di atas dapat dipahami  bahwa  keberadaan  Qawaid  fiqhiyyah pada periode awal masih dalam tunas perkembangan. Pada  proses  munculnya  Qawaid  Fiqhiyyah   dapat  dikelompokan   dalam  tiga 
periode
a)        Periode Rasulullah Saw
Pada periode ini, tidak ada spesialisasi    ilmu tertentu yang dikaji dari al-Qur’an dan al-Hadis. Semangat Sahabat sepenuhnya dicurahkan kepada jihad dan mengaplikasikannya apa yang diperoleh dari Rasulullah berupa ajaran al-Qur’an dan al-Hadis.
b)        Periode Sahabat
Pada periode ini pola pikir sahabat mulai  mengalami transformasi kearah ijtihad, dimana dalam pengambilan hukumnya itu merujuk pada  al-Qur’an dan  Sunnah. Hal ini disebabkan karna banyaknya persoalan baru yang tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah Saw.Kemudian pada periode inilah juga mencul penggunaan ra’yu, qiyas, ijma.
c)        Periode Tabi’in
Mengenai  keberadaan  Qawaid Fiqhiyyah  pada masa tabi’in,  bisa dikatakan pada masa ini adalah masa awal perkembangan  fiqih. Dimana  hal yang menonjol pada  masa  ini yaitu  dimulai pendasaran terhadap ilmu fiqih.

Begitu juga, tentang latar belakang sejarah perkembangan hukum Islam tidak mengkaji Qawa’id Fiqhiyyah secara menyeluruh. Menurut Ali Ahmad al-Nadawi, perkembangan Qawa’id Fiqhiyya dapat dibagi kedalam tiga fase berikut:[2]
  1. Fase pertumbuhan dan pembentukan;
  2. Fase perkembangan dan pengkodifikasikan;
  3. Fase pemantapan dan pesistematisan.
Pada periode Rasulullah Saw, otoritas tertinggi dalam  pengambilan hukum dipegang oleh Rasulullah Saw. Semua persoalan yang ada di tengah masyarakat bisa dijawab dengan sempurna oleh al-Qur’an dan hadis Nabi.Fiqh pada masa itu digunakan untuk menunjukan segala sesuatu yang dipahami dari teks al-Qur’an dan as-Sunnah, baik persoalan akidah maupun hukum dan adab. Masa kerasulan dan masa tasyri’ (pembentukan hukum islam) merupakan embrio kelahiran Qawa’id Fiqhiyyah. Rasulullah Saw menyampaikan hadits-hadits yang singkat dan padat. Hadist –hadits itu dapat menampung masalah-masalah fiqh yang sangat banyak jumlahnya. Dengan demikian, hadits Rasulullah Saw di samping sebagai sumber hukum, juga sebagai Qawa’aid Fiqhiyyah.
Setelah menyampaikan hadits riwayat Ahli Sunan menyatakan , dengan hadits jawami’ al-kalim (singkat padat) Rasulullah Saw menjelaskan bahwa segala sesuatu yang dapat menghilangkan dan mengacaukan akal (adalah) haram. Rasul  tidak membeda-bedakan jenisnya, apakah benda tersebut berjenis makanan atau minuman. Ini adalah ketetapan Rasulullah Saw, yaitu hukum meminum minuman yang memabukkan adalah haram.Setelah wafatnya Rasulullah Saw kemudian dialanjutkan oleh para sahabat, tabi’in dan iman mujahidin.[3]
Kumpulan-kumpulan kaidah dalam Qawaid Fiqiyah tidaklah terbentuk dan terkumpul dengan sekaligus seperi halnya kitab undang-undang hukum positif, yang di bentuk dengan sekaligus oleh para ahli hukum, akan tetapi dirumuskan sedikit demi sedikit secara berangsur-angsur, sehingga terkumpul menjadi banyak. Rumusan-rumusan kaedah tersebut adalah hasil pembahasan yang dilakukan oleh para fuqha besar ahli takhrij dan tarjih dengan mengistimbatkan dari nash- nash syariah yang bersipat kuli, dasar-dasar ushul fiqh , ilat-ilat hukum dan buah pikiran mereka.[4]
Pada umumnya sulit untuk diketahui siapa penulis pertama dari tiap-tiap kaedah. Yang dapat diketahui dengan mudah penulis pertamanya ialah kaedah yang berbunyi “ perumusankaedah ini berasal dari hadis[5].atau kaedah yang berasal dari pendapat Iman Abu Yusuf dalam kitabnya al kharaj yang dipersembahkan kepada Raja Harun Arrasyid yang berbunyi “tidak ada wewenang bagi imam untuk mengmbil sesuatu dari seseorang kecuali dengan dasar-dasar hukum yang berlaku”
Kemudian  Abu  Saad Al-Harawi,  seorang  ulama  mazhab  Syafi’i  mengunjungi Abu  Thahir  dan mencatat kaidah fiqih  yang  dihafalkan oleh Abu Thahir. Setelah  kurang lebih seratus tahun kemudian, datang Ulama besar Imam Abu Hasan al-Karkhi  yang kemudian menambah kaidah fiqih dari Abu Thahir menjadi 37 kaidah. Keterangan diatas menerangkan bahwa kaidah-kaidah fiqih muncul pada akhir abad ke-3 Hijriah. Ketika itu, tantangan dan masalah-masalah yang harus dicarikan solusinya bertambah  beriringan   meluasnya   wilayah   kekuasaan   kaum   muslim.  Maka  para  Ulama    membutuhkan   metode    yang    mudah   untuk   menyelesaikan   masalah  kemudian muncullah  kaidah-kaidah  fiqih.  Dalam  buku  kaidah-kaidah  fiqih  karangan. Prof.H.A. Djazuli   digambarkan  bahwa  skema  pembentukan  kaidah  fiqih  adalah  sebagai berikut: [6]

1.    Sumber hukum Islam al-Quran dan Hadis
2.    Kemudian muncul Ushul Fiqih  sebagai   metodologi   di  dalam  penarikan hukum.
3.    Dengan metodologi Ushul Fiqih yang menggunakan pola  piker deduktif menghasilkan fiqih
4.    Fiqih  ini banyak materinya. Dari materi fiqih yang banyak itu kemudian    oleh ulama-ulama diteliti persamaaanya    dengan   menggunakan    pola pikkir induktif, kemudian dikelompokan dan tiap-tiap kelompok    merupakan    kumpulan dari masalah-masalah yang    serupa    akhirnya disimpulkan  menjadi  kaidah fiqih.
5.    Selanjunya    kaidah-kaidah     fiqih  tadi dikritisi kembali    dengan    menggunakan  banyak ayat   dan hadis    terutama untuk dinilai kesesuaiannya dengan substansi ayat-ayat al-Quran dan hadis Nabi
6.    Apabila sudah dianggap sesuai dengan ayat-ayat al-Quran  dan hadis Nabi, kaidah fiqih itu akan menjadi kaidah fiqih yang mapan
7.    Setelah itu, kaidah ini diterapkan untuk menjawab tantangan perkembangan masyarakat dalam segala bidang dan akhirnya memunculkan fiqih-fiqih baru;
8.    Oleh karena itu tidak mengherankan apabila ulama memberi fatwa  terutama di  dalam  hal-hal  baru.






















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Sejarah perkembangan Qawa’id Al-fiqihiyyah bermula dari keadaan dimana Rasulullah harus menjelaskan suatu penyelesaian permasalahan pada masanya di mana penyelesainnya tidak terdapat dalam al-Qur’an sehingga harus dengan istinbat Rasulullah Saw. Setelah Rasul wafat kaidah fiqh (qawa’id al-fiqihiyyah) terus berkembang hingga saat ini.Pada periode Rasulullah Saw, otoritas tertinggi dalam  pengambilan hukum dipegang oleh Rasulullah Saw. Semua persoalan yang ada di tengah masyarakat bisa dijawab dengan sempurna oleh al-Qur’an dan hadis Nabi.
Setelah melewati masa pendasarannya ilmu fiqh mengalami perkembangan yang sangat pesat.  Hal ini ditandai    dengan banyaknya    bermunculan madzhab-madzhab yang diantaranya adalah madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Ahmad)  sebagaimana yang telah kita  ketahui.  Perkembangan berikutnya     mengalami    perkembangan yang sangat signifikan, dari menulis, pembukuan, hingga penyempurnaannya pada akhir abad ke-13 H.














DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sudirman. Sejarah Qawa’id  Fiqhiyyah, (Jakarta: Radar  Jaya Offset 2004)
Ali Geno.2010.http://www.Sejarah pertumbuhan,pembukuan,sistematika kaidah fiqh.com.Posted 2 Februari 2010
Bakry,Nazar. Fiqh dan Ushul Fiqh. (Jakarta:Raja Grafindo Persada 2003)
Djazuli,A..Ilmu Fiqih pengalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam. (Jakarta:Kencana Prenada Media Grup 2006 )





[1].  Mu’in,dkk,1986,Ushul Fiqh,Jakarta,IAIN di Jakarta,hal.65
[2]. Djazuli,A,2006,Ilmu Fiqih (pengalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam),Jakarta,Kencana  Prenada Media Grup,hal.14-15
[3]. Ibid,hal.16
[4].  Bakry,Nazar,2003,Fiqh dan Ushul Fiq,Jakarta,Raja Grafindo Persada,hal.104

[5][5] Djazuli,A.Opcit.hal 32-34
6 Djazuli,A.Opcit.hal 32-34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KHUTBAH JUM'AT "ADA EMPAT TUJUAN DICIPTAKANNYA LISAN" MENURUT (Al-Imam Abu Hamid Muhammad)

  بسم الله الرحمن الرحيم اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ اَنْعَمَنَا بِنِعْمَة الْاِيْمَانِ وَ الْاِسْلَامِ وَ أَعْطَىنَا اللِّسَانَ بِاَفْصَحِ ا...