MAKALAH
“Qawaid
Fiqhiyah”
MATA
KULIAH
FIQIH
DAN USHUL FIQIH
Oleh:
NAMA : ULUL AZMI
JURUSAN AKHWAL SAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM (UIN)
MATARAM
2018
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah tuhan semesta alam atas limpahan rahmat serta karunianya
sehingga makalah yang berjudul “QAWA’ID
FIQHIYYAH” inidapat
terselesaikan.Selawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan
alam nabi besar Muhammad SAW.
Dengan terselesainya
maklah ini , kami mengharapkan kepada teman-teman agar dapat memahami secara
mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang dikaji dalam makalah
kami.
Kami menyadari bahwa dalam makalah yang kami
buat ini masih ada kekurangan dan kekhilafan.Oleh karna itu, kepada para
pembaca dan para pendengar, kami mengharapkan saran dan keritik konstruktif
demi kesempurnaan makalah ini pada pembuatan yang selanjutnya
Mataram,
10 Oktober 2018
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahwa
permasalahan-permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari beragam
macamnya. Tentunya ini mengharuskan agar didapati jalan keluar untuk
penyelesaiannya. Maka disusunlah suatu kaidah secara umum yang diikuti
cabang-cabang secara lebih mendetail terkait permasalahan yang sesuai dengan
kaidah tersebut. Adanya kaidah ini tentunya sangat membantu dan memudahkan
terhadap pemecahan permasahalan yang muncul ditengah-tengah kehidupan di zaman
modern ini.
Maka,
hendaklah mahasiswa memahami secara baik tentang konsep disiplin ilmu ini
karenanya merupakan asas dalam pembentukan hukum Islam. Masih jarang diantara
kaum muslim yang memahami secara baik tentang pedoman penyelesaian hukum Islam.
Menjadi kewajiban sebagai seorang muslim untuk lebih memahami dan meyikapi
persoalan hukum dalam Islam karena proses kehidupan tidak terlepas dari
kegiatan hukum.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Qawa’id Fiqhiyyah ?
2.
Apa Ruang Lingkup Qawa’id Fiqhiyyah ?
3.
Apa
Perbedaan Qawaid Fiqhiyah dengan Ushul Fiqih ?
4.
Apa
Hubungan qawaid fiqhiyah dengan fiqih, ushul fiqih dan qawaid ushuliyyah
?
C. Tujuan
1.
Untuk Mengetahui Pengertian Qawa’id Fiqhiyyah
2.
Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Qawa’id Fiqhiyyah
3.
Untuk Mengetahui Perbedaan Qawaid Fiqhiyah dengan Ushul Fiqih
4.
Untuk MengetahuiHubungan qawaid fiqhiyah dengan fiqih, ushul fiqih dan qawaid ushuliyyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Qawaid Fiqhiyah
Dalam
pengertian ini ada dua terminologi yang perlu kami jelaskan terlebih dahulu,
yaitu qawaid dan fiqhiyah. Kata qawaid merupakan bentuk jama' dari kata qaidah,
dalam istilah bahasa Indonesia dikenal dengan kata 'kaidah' yang berarti aturan
atau patokan, dalam tinjauan terminologi kaidah mempuyai beberapa arti. Dr.
Ahmad asy-Syafi'I menyatakan bahwa kaidah adalah:
"Hukum
yang bersifat universal (kulli) yang diikuti oleh satuan-satuan hukum juz'i
yang banyak"[1]
Sedangkan
secara terminologi fiqh berarti, menurut al-Jurjani al-Hanafi:
”ilmu yang menerangkan hukum hukum syara yang amaliyah ang
diambil dari dalil-dalilnya yang tafsily dan diistinbatkan melalui ijtihad yang
memerlukan analisa dan perenungan". [2]
Dari uraian
pengertian diatas baik mengenai qawaid maupun fiqhiyah maka yang dimaksud
dengan qawaid fiqhiyah adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Tajjudin
as-Subki:
"Suatu perkara kulli yang bersesuaian dengan juziyah
yang yang banyak yang dari padanya diketahui hukum-hukum juziyat itu". [3]
Menurut
Musthafa az-Zarqa, Qowaidul Fiqhyah ialah : dasar-dasar fiqih yang
bersifat umum dan bersifat ringkas berbentuk undang-undang yang berisi
hukum-hukum syara’ yang umum terhadap berbagai peristiwa hukum yang termasuk
dalam ruang lingkup kaidah tersebut.[4]
B.
Ruang
lingkup qawaid fiqhiyah
Menurut M.
az-Zuhayliy dalam kitabnya al-Qawa’id al-fiqhiyyah berdasarkan cakupannya yg
luas terhadap cabang dan permasalahan fiqh, serta berdasarkan disepakati atau diperselisihkannya
qawa’id fiqhiyyah tersebut oleh madzhab-madzhab atau satu madzhab tertentu,
terbagi pada 4 bagian, yaitu :
a.
Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah al-Asasiyyah al- Kubra, yaitu
qaidah-qaidah fiqh yangg bersifat dasar dan mencakup berbagai bab dan permasalahan
fiqh. Qaidah-qaidah ini disepakati oleh seluruh madzhab. Yang termasuk kategori
ini adalah :
1)
Al-Umuru bi maqashidiha.
2)
Al-Yaqinu la Yuzalu bi asy-Syakk.
3)
Al-Masyaqqatu Tajlib at- Taysir.
4)
Adh-Dhararu Yuzal,
5)
Al- ’Adatu Muhakkamah.
b.
Al-Qawa’id al-Kulliyyah : yaitu qawa’id yang
menyeluruh yang diterima oleh madzhab-madzhab, tetapi cabang-cabang dan
cakupannya lebih sedikit dari pada qawa’id yang lalu. Seperti kaidah : al-Kharaju
bi adh-dhaman/Hak mendapatkan hasil disebabkan oleh keharusan menanggung
kerugian, dan kaidah : adh-Dharar al- Asyaddu yudfa’ bi adh-Dharar al-Akhaf
Bahaya yang lebih besar dihadapi dengan bahaya yang lebih ringan. Banyak
kaidah- kaidah ini masuk pada kaidah yang 5, atau masuk di bawah kaidah yg
lebih umum.
c.
Al-Qawa’id al-Madzhabiyyah (Kaidah Madzhab), yaitu
kaidah-kaidah yang menyeluruh pada sebagian madzhab, tidak pada madzhab yang
lain. Kaidah ini terbagi pada 2 bagian:
1)
Kaidah yang ditetapkan dan disepakati pada satu
madzhab.
2)
Kaidah yang diperselisihkan pada satu madzhab.
Contoh, kaidah : ar-Rukhash la
Tunathu bi al- Ma’ashiy Dispensasi tidak didapatkan karena maksiat. Kaidah
ini masyhur di kalangan madzhab Syafi’i dan Hanbali, tidak di kalangan mazhab
Hanafi, dan dirinci di kalangan madzhab Maliki.
d.
Al-Qawa’id al-Mukhtalaf fiha fi al-Madzhab al-Wahid,
yaitu kaidah yang diperselisihkan dalam satu madzhab. Kaidah-kaidah itu
diaplikasikan dalam satu furu’ (cabang) fiqh tidak pada furu’ yg lain, dan
diperselisihkan dalam furu’ satu madzhab.
Contoh, kaidah : Halal-’Ibroh bi al-Hal aw bi
al-Maal?/Apakah hukum yang dianggap itu pada waktu sekarang atau waktu
nanti? Kaidah ini diperselisihkan pada madzhab Syafi’i. oleh karena itu pada
umumnya diawali dengan kata :hal/ /apakah.
C.
Perbedaan Qawaid Fiqhiyah dengan Ushul Fiqih
Menurut Ali Ahmad al-Nadawi, perbedaan antara qawaid
fiqhiyyah dengan qawaid ushuliyyah adalah sebagai berikut:[5]
a.
ilmu ushul fiqih
merupakan parameter (tolak ukur) cara berinstinbat fikih yang benar. Kedudukan
ilmu ushul fiqih (dalam fiqih) ibarat kedudukan ilmu nahwu dal hal pembicaraan
dan penilisan, qawaid fiqhiyyah merupakan wasilah, jembatan penghubung, antara
dalil dan hukum. Tugas qawaid fiqhiyyah adalah mengeluarkan hukum dari
fdalil-dalil yang tafshili (terperinci). Ruang lingkup qawaid ushuliyyah adalah
dalil dan hukum seperti amr itu menunjukan wajib, nahyi menunjukan haram, dan
wajib mukhayar bila telah dikjerjakan sebagaian orang, maka yang lainya bebas
dari tanggung jawab. Qawaid fiqhiyyah adalah qaidah kulliyah atau aktsariyah
(mayoritas) yang juz’i-juz’inya (farsial-farsialnya) beberapa masalah fiqih dan
ruang lingkupnya selslu perbuatan orang mukalaf
b.
qawaid ushuliyyah
merupakan qawaid kulliyah yang dapat diaplikasikan pada seluruh jux’i dan
ruanglingkupnya. Ini berbeda dengan qawaid fiqhiyyah yang merupakan kaidah
berbeda dengan qawaid fiqhiyyah yang merupakan kaidah aghlabiyah (mayoritas0
yang dapat diaplikasikan pada sebagaian jux’i-nya, karena ada pengecualiannya.
c.
Qawaid ushuliyyah
merupakan dzari’ah (jalan) untuk mengeluarkan hukum syara’ amali. Qawaid
fiqhiyyah merupakan kumpulan dari hukum-hukum serupa yang mempunyai ‘illat yang
sama, dimana tujuannya untuk menekatkan berbagai persoalan dan mempermudah
mengetahuinya.
d.
Eksistensi qawaid
fiqhiyyah baik dalam teori maupun realitas lahir setelah furu’, karena
berfungsi menghimpun furu’ yang berserakan dan mengalokasikan makna-maknanya.
Adapun ushul fiqih dalam teori ditunut eksistensinya sebelum eksistensinya
furu’, karena akan menjadi dasar seorang fakih dalam menetapkan hukum.
Posisinya seperti al-Qur’an terhadap sunah dan nash al-Qur’an lebih kuat dari
zahirnya. Ushul sebagai pembuka furu’. Posisinyaseperti anak terhadap ayah,
buah terhadap pohon, dan tanaman terhadap benih.
e.
Qawaid fiqhiyyah sama
dengan ushul fiqih dari satu sisi dan berbeda dari sisi yang lain. Adapun
persamaannya yaitu keduannya sama-sama mempunyai kaidah yang mencakuip berbagai
juz’i, sedangkan perbedaannya yaitu kaidah ushul adalah masalah-masalah yang
dicakup oleh bermacam-macam dalil tafshily yang dapat mengeluarkan hukum
syara’. Kalau kaidah fiqih adalah masalah-masalah yang mengandung hukumhukum
fiqih saja. Mujtahid dapat sampai kepadanya dengan berpegang kepada
masalah-masalah yang dijelaskan ushul fiqih. Kemudidan bila seorang fakih
mengapllikasikan hukum-hukum tersebut terhadap hukum-hukum farsial, maka itu
bukanlah kaidah, namun, bila ia menyebutkan hukum-hukum tersebut dengan
qaidah-qaidah kuliyyah (peristiwa-peristiwa universal)yang dibawahanya terdapat
berbagai hukum juz’i maka itu disebut kaidah. Qawaid kuliyyah dan hukum-hukum
juz’i benar-benar masuk dalam madlul (kajian) fikih, keduanya menunggu kajian
mujtahid terhadap ushul fiqih yang membangunnya.[6]
D.
Hubungan
qawaid fiqhiyah dengan fiqih, ushul fiqih dan qawaid ushuliyyah
Qawaid Fiqhiyah,
fiqh, ushul fiqh dan qawaid fiqhiyah tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
yang lainnya. Keempat ilmu tersebut saling terkait dengan perkembangan fiqih,
karena pada dasarnya yang menjadi pokok pembicaraan adalah fiqih.
Qawaid
fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah adalah ilmu-ilmu yang berbicara
tentang fiqih. Dengan demikian kajian qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid
usuliyah tersebut adalah fiqih.
Menurut
al-Baidhawy (w.685) dari kalangan ulama syafiiyyah, ushul fiqih adalah :
“pengetahuan
secara global tentang dalil-dalil fiqih, metode penggunaannya, dan keadaan
(syarat-syarat) orang yang menggunakannya.”
Definisi ini
menekankan tiga objek kajian ushul fiqih, yaitu :
- Dalil
(sumber hukum)
- Metode
penggunaan dalil, sumber hukum, atau metode penggalian hukum dari
sumbernya.
- Syarat-syarat
orang yang berkompeten dalam menggali (mengistinbath) hukum dan sumbernya.
Dengan
demikian, ushul fiqih adalah sebuah ilmu yang mengkaji dalil atau sumber hukum
dan metode penggalian (istinbath) hukum dari dalil atau sumbernya. Metode
penggalian hukum dari sumbernya tersebut harus ditempuh oleh orang yang
berkompeten. Hukum yang digali dari dalil/sumber hukum itulah yang kemudian
dikenal dengan nama fiqih. Jadi fiqih adalah produk operasional ushul fiqih.
Sebuah hukum fiqih tidak dapat dikeluarkan dari dalil/sumbernya (nash al-Qur’an
dab sunah) tanpa melalui ushul fiqih. Ini sejalan dengan pengertian harfiah
ushul fiqih, yaitu dasar-dasar (landasan) fiqih.
Misalnya
hukum wajib sholat dan zakat yang digali (istyinbath) dari ayat Al-Qur’an surat
al-Baqarah (2) ayat 43 yang artinya “dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah
zakat ...”
Firman Allah
diatas berbentuk perintah yang menurut ilmu ushul fiqih, perintah pada asalnya
menunjukan wajib selama tidak ada dalil yang merubah ketentuan tersebut
Disamping
itu qawaid fiqhiyah dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dalam mengetahui
hukum perbuatan seorang mukalaf. Ini karena dalam menjalanklan hukum fiqih
kadang-kadang mengalami kendala-kendala. Misalnya kewajiban shalat lima waktu
yang harus dikerjakan tepat pada waktunya.
Kemudian
seorang mukalaf dalam menjalankan kewajibannya mendapat halangan, misalnya ia
diancam bunuh jika mengerjakan shalat tepat pada waktunya. Dalam kasusu seperti
ini, mualaf tersebut boleh menunda sholat dari waktunya karena jiwanya
terancam. Hukum boleh ini dapat ditetapkan lewat pendekatan qawaid
fiqhiyah, yaitu dengan menggunakan qaidah bahaya wajib dihilangkan.
Ini adalah
salah satu perbedaan antara qawaid ushuliyah dengan qawaid fiqhiyah. Qawaid
ushuliyah menkaji dalil hukum (nash al-Qur’an dan sunah) dan hukum syarak,
sedangkan qawaid fiqhiyah mengkaji perbuatan mukalaf dan hukum syarak.
Demikianlah
hubungan antara fiqih, qawaid fiqhiyah, ushul fiqih dan qawaid ushuliyah. Hukum
syarak (fiqih) adalah hukum yang diistinbath dari nash al-Qur’an dan sunnah
melalui pendekatan ushul fiqih yang diantaranya menggunakan qawaid ushuliyah.
Hukum syarak (fiqih) yang telah diistinbath tersebut diikat oleh qawaid
fiqhiyah, dengan maksud supaya lebih mudah difahami dan identfikasi.[7]
E.
Tujuan mempelajari qawaid fiqhiyah
Tujuan mempelajari qawaid fiqhiyah itu adalah untuk mendapatkan manfaat
dari ilmu qawaid fiqhiyah itu sendiri, manfaat qawaid fiqhiyah ialah:
a.
Dengan mempelajari kaidah-kidah fiqh kita akan
mengetahui prinsip-prinsip umum fiqh dan akan mengetahui pokok masalah yang
mewarnai fiqh dan kemudian menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh.
b.
Dengan memperhatikan kaidah-kaidah fiqh akan lebih
mudah menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang dihadapi.
c.
Dengan mempelajari kaidah fiqh akan lebih arif dalam
menerapkan materi-materi dalam waktu dan tempat yang berbeda, untuk keadaan dan
adat yang berbeda.
d.
Meskipun kaidah-kaidah fiqh merupakan teori-teori fiqh
yang diciptakan oleh Ulama, pada dasarnya kaidah fiqh yang sudah mapan
sebenarnya mengikuti al-Qur’an dan al-Sunnah, meskipun dengan cara yang tidak
langsung.
e.
Mempermudah dalam menguasai materi hukum.
f.
Kaidah membantu menjaga dan menguasai
persoalan-persoalan yang banyak diperdebatkan.
g.
Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan
analogi (ilhaq) dan takhrij untuk memahami
permasalahan-permasalahan baru.
h.
Mempermudah orang yang berbakat fiqh dalam mengikuti
(memahami) bagian-bagian hukum dengan mengeluarkannya dari tempatnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan terciptanya makalah ini
semoga kita bisa lebih memahami tentang Qawaid Fiqhiyah sehingga kita sebagai
mahasiswa dapat menggali hukum dengan cara dan metode yang dilakukan olah para
ulama salafus shalih, karena jaman sekarang permasalahan-permasalahan agama
khususnya yang berhubungan dengan fiqih begitu moderen sehingga kita sebagai
mahasiswa ditunut untuk lebih memahami tang fiqih khususnya pada makalh ini
yaitu tentang qawaid fiqhiyah yang dengannya semoga kita semua dapat
melaksanakannya
Akhirnya
tiada gading yang tak retak, kami pemakalah menyadari betul dengan makalh ini
masih banyak kekurangan dan kesalah untuk itu saran dan kritik dari teman-teman
sekalian akan membantu kami dalam penysusnan makalah kedepannya, dan semoga
makalh ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Muhammad Asy-Syafii, ushul fiqh al-Islami, iskandariyah
muassasah tsaqofah al- Jamiiyah .1983.
Hasbi
as-siddiqy, Pengantar Hukum Islam, Jakarta bulan
bintang 1975.
Asjmuni A.
Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqh,
Jakarta. Bulan bintang. 1976.
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqih. Amzah :
Jakarta.
Ali Ahmad al Nadawy, al Qawi’id al Fiqhiyyah,
(Dmasascus; Dar al Qalam, 1994)
Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah,
(Jakarta: GayaMedia Pratama, 2008)
Syarif Hidayatullah, Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi
Keuangan Syari’ah Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah islamiyyah, mu’ashirah),
(Depok, Gramata Publishing)
[1]Ahmad Muhammad Asy-Syafii, ushul fiqh al-Islami, iskandariyah
muassasah tsaqofah al-Jamiiyah .1983. hal.4.
[2]Hasbi as-siddiqy, Pengantar Hukum Islam, Jakarta bulan bintang 1975. hal.
25
[3]Asjmuni A. Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqh, Jakarta. Bulan bintang. 1976. hal11.
[4]Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqih.
Amzah : Jakarta, hal. 13.
[5]Ali Ahmad al Nadawy, al Qawi’id
al Fiqhiyyah, h. 68,69.
[6]Ade Dedi Rohayana, Ilmu
Qawa’id Fiqhiyyah ...., h. 31,32.
[7]Syarif Hidayatullah, Qawa’id
Fiqhiyyah dan Penerapannya dalam Transaksi Keuangan Syari’ah Kontemporer
(Mu’amalat, Maliyyah islamiyyah, mu’ashirah), h. 32-35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar