Kamis, 01 November 2018

MAKALAH PENGANTAR ILMU FIQH “KEISTIMEWAAN DAN CIRI-CIRI ILMU FIQH”


MAKALAH

PENGANTAR ILMU FIQH
“KEISTIMEWAAN DAN CIRI-CIRI ILMU FIQH”






OLEH KELOMPOK 10
NAMA       :ULUL AZMI





JURUSAN AKHWAL SAKHSIYYAH 
FAKULTAS SYARI’AH 
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM (UIN) 
MATARAM
2018





BAB I
PENDAHULUAN

Kata pengantar.
Segala  puji  hanya  milik  Allah SWT.  Shalawat  dan  salam  selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.  Berkat  limpahan  dan rahmat-Nya penyusun  mampu  menyelesaikan  tugas  makalah ini guna memenuhi tugas  mata kuliah Agama Islam.
Agama  sebagai  sistem  kepercayaan  dalam  kehidupan  umat  manusia  dapat  dikaji  melalui  berbagai  sudut  pandang.  Islam  sebagai  agama  yang  telah  berkembang  selama  empat  belas  abad  lebih  menyimpan  banyak  masalah  yang  perlu  diteliti,  baik  itu  menyangkut  ajaran  dan  pemikiran  keagamaan  maupun  realitas  sosial,  politik,  ekonomi  dan  budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan Etos Kerja Bangsa Jepang dan Islam, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Mercu Buana. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk itu,  kepada  dosen  pembimbing  saya  meminta  masukannya  demi  perbaikan  pembuatan  makalah  saya  di  masa  yang  akan  datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Mataram, November 2018

penyusun



BAB II
PEMBAHASAN
1.      Keistimewaan Fiqh Islam
Fiqih merupakan sisi praktikal dari syariah Islam. Syariah Islam sangat luas. Ia merupakan sekumpulan hukum yang ditetapkan Allah untuk mengatur hamba-hamba-Nya. Hukum tersebut ada yang ditetapkan Allah melalui Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Dari sisi lain, hukum-hukum tersebut ada yang mengatur tata cara berkeyakinan dan ada yang mengatur tata cara amal-amal praktis.
Dan yang ke 2. Sesungguhnya ilmu fiqih adalah ilmu yang cukup istimewa, unik dan punya banyak kelebihan. Dan tidak seperti yang selama ini sering dituduhkan oleh musuh-musuh Islam, dimana niat dan tujuan mereka sejak awal memang tidak baik.
Ciri-ciri khas tersebut membedakan fiqh dari ilmu-ilmu yang lain. Ciri-ciri fiqh tersebut ialah sebagai berikut :
1.  Al Ilmu bi Al Ahkam (pengetauan tentang semua hukum)Para ulama mengungkapkan fiqh adalah Al Ilmu bi Al Ahkam (pengetahuan tentang hukum-hukum). Maksudnya ialah : Ma’rifat Al Insan biha (pengetahuan manusia tentang hukum-hukum). Jadi fiqh adalah sifat keilmuan yang dimiliki manusia. Manusia yang memiliki sifat tersebut dipandang sebagai faqih (ahli fiqh). Demikianlah hakikat fiqh.Dalam ciri yang pertama fiqh tersebut di atas tampak menonjol wujud dua unsur, yaitu manusia (orang) dan pengetahuannya. Wujud fiqh memerlukan adanya manusia (orang) dan juga memerlukan pengetahuan. Ringkasnya, pengetahuan itulah yang disebut fiqh.
2.  Bi Al Ahkam (tentang hukum-hukum) Pengetahuan manusia bermacam-macam. Tidak semua pengetahuan disebut fiqh. Fiqh adalah pengetahuan manusia khusus mengenai hukum-hukum saja.
Adapun pengetahuan manusia tentang selain hukum tidak disebut fiqh.Pengetahuan tentang hukum-hukum tersebut sudah ada pada masa Sahabat Nabi saw, kaena sudah ada sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw yang mempunyai pengetahuan mendalam tentang hukum-hukum. Sahabat-sahabat yang mengetahui hukum-hukum tersebut disebut Faqih (faqih), yaitu orang yang ahli hukum-hukum.Ketika itu pengetahuan tentang hukum-hukum tersebut belum dibukukan dalam buku-buku fiqh, namun pengetahuannya itu sendiri sudah ada. Pada masa selanjutnya pengetahuan hukum tersebut ditulis dalam buku-buku, sehingga lahirlah buku-buku fiqh. Orang yang hanya membawa atau mempunyai buku fiqh, meskipun banyak dan mampu membacanya, tidak disebut faqih (ahli fiqh).
3.  Asy Syar’iyah (yang diambil dari Syariat)Di atas telah dijelaskan bahwa hakikat fiqh adalah pengetahuan manusia khusus mengenai hukum-hukum saja. Seperti kita ketahui sumber hukum yang dikenal dan berlaku dalam masyarakat manusia bermacam-macam. Fiqh bukan pengetahuan menusia tentang semua hukum apa saja, tetapi khusus tentang hukum-hukum yang diambil dari syara’ saja. Inilah hubungan fiqh dengan syariat.Dalam pengertian fiqh di atas diungkapkan dengan kata Asy Syar’iyah. Pengertian kata Asy Syar’iyah tersebut ialah :“Hukum-hukum yang diambil (diperoleh) dari syara’, di mana Nabi Muhammad yang mulia diutus untuk menyampaikannya.” Al Bannani menjelaskan maksudnya lebih jelas lagi yaitu :“Hukum-hukum yang diambil dari dalil-dalil yang ditetapkan Pencipta Syariat.”Pencipta syariat adalah Allah Ta’ala. Jelaslah bahwa fiqh tidak terlepas dari syariat. Bahkan ia lahir dalam pengakuan syariat itu sendiri.
4. Al ‘Amaliyah (berkenaan dengan kaifiyyah amal perbuatan)Kata Al ‘Amaliyah memberikan batasan bahwa fiqh terbatas pada hukum-hukum yang berkenaan dengan kaifiyyah (cara) amal perbuatan saja. Dengan pembatasan ini, maka pengetahuan manusia tentang akidah tidak termasuk fiqh, karena akidah bukan kaifiyyah amal perbuatan. Dari sini jelaslah ruang lingkup fiqh.Sebenarnya batasan tersebut tidaklah mutlak, karena dalam fiqh trdapat juga hukum-hukm yang tidak berkenaan dengan kaifiyyah amal perbuatan, seperti hukum khamar yang telah berubah menjadi cuka dengan sendirinya mengalami perubahan, yaitu dari najis menjadi suci. Karena itu, sebagaimana dikatakan Bannany “hukum-hukum fiqh itu berkenaan dengan kaifiyyah (cara pelaksanaan) amal perbuatan adalah kebanyakannya (pada umumnya) saja.”, bukan mutlak semua hukum dalam fiqh seperti itu.Ada ulama, seperti Al Amidi, mengganti kata Al ‘Amaliyah (amal perbuatan) dalam pengertian fiqh ini dengan kata Al Far’iyah (cabang). Tujuan Al Amidi ialah untuk membedakan fiqh dari pengetahuan tentang dalil-dalil fiqh. Misalnya asas bahwa dalil-dalil adalah hujjah (menjadi pegangan dalam menetapkan hukum). Dalil ialah seperti Al Quran, Sunnah dan lain-lain. Pengetahuan tentang asas tersebut termasuk hukum-hukum pokok (primer), bukan bidang fiqh, karena fiqh membahas hukum-hukum yang bukan pokok (primer). Sebab itu pantas disebut dengan cabang (sekunder).
5.   Al Muktasib Min Adillatiha At Tafshiliyyat (pengetahuan tersebut diperoleh dari dalil-dalil hukum yang terperinci bagi hukum-hukum tersebut)Ciri ini mengandung informasi tentang bagaimana lahirnya fiqh. Kalimat ini mengungkapkan hakikat bahwa pengetahuan tentang hukum-hukum amal perbuatan mukallaf (orang yang diwajibkan melaksanakan hukum) tersebut tidak ditetapkan berdasarkan keinginan ahli fiqh, tetapi berdasarkan dalil-dalil (dasar-dasar) hukum. Dengan demikian jelaslah bahwa fiqh bukan kecenderungan atau keinginan manusia, tetapi kehendak Pencipta hukum, yaitu Allah Ta’ala. Kehendak Pencipta hukum tersebut diselami melalui dalil (dasar-dasar) hukum.Jelas dari pengertian fiqh di atas bahwa fiqh mempunyai sumber yang lebih dikenal dengan istilah dalil. Sumber itu disebutkan juga “mashdar” (yang biasanya diterjemahkan dengan sumber) dan “ashlu” (sumber hukum).



2.      Manfaat Mempelajari Ushul Fiqh
         Para ulama Ushul Fiqh menyimpulkan bahwa tujuan utama Ushul Fiqh adalah mengetahui dalil-dalil syara’, yang menyangkut persoalan ‘aqidah, ibadah, mua’amalah, ‘uqubah dan akhlak.

         Secara sistematis, para ulama Ushul Fiqh mengemukakan kegunaan Ilmu Ushul Fiqh, yaitu antara lain:
1.      Mengetahui kaidah-kaidah dan cara-cara yang digunakan mujtahid dalam memeroleh hukum melalui metode ijtihad yang mereka susun.
2.      Memberikan gambaran mengenai syarat-syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid, sehingga dengan tepat ia dapat menggali hukum-hukum syara’ dari nash. Di samping itu, bagi masyarakat awam, melalui ushul fiqh mereka dapat mengerti bagaimana para mujtahid menetapkan hukum sehingga dengan mantap mereka dapat memedomani dan mengamalkannya.
3.      Menentukan hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan para mujtahid, sehingga berbagai persoalan baru yang secara lahir belum ada dalam nash; dan belum ada ketetapan hukumnya di kalangan ulama terdahulu dapat ditentukan hukumnya.
4.      Memelihara agama dari penyalahgunaan dalil yang mungkin terjadi. Melalui ushul fiqh juga para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan masyarakat Islam.
5.      Menyusun kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai persoalan social yang terus berkembang.
6.      Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam berijtiahd, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.

3.      Tujuan mempelajari Ilmu Fiqh ialah:
Menerapkan hukum-hukum syariat Islam terhadap perbuatan dan ucapan manusia. Jadi, ilmu Fiqh itu adalah rujukan (tempat kembali) seorang hakim (qadhi) dalam keputusannya, rujukan seorang Mufti dalam fatwanya, dan rujukan seorang Mukallaf untuk mengetahui hukum syariat dalam ucapan dan perbuatannya. Inilah tujuan yang dimaksudkan dari semua undang-undang untuk ummat manusia, karena dari undang-undang itu tidak dimaksudkan kecuali untuk menerapkan materi hukumnya terhadap perbuatan dan ucapan manusia. Selain itu juga untuk membatasi setiap mukallaf terhadap hal-hal yang diwajibkan atau diharamkan baginya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KHUTBAH JUM'AT "ADA EMPAT TUJUAN DICIPTAKANNYA LISAN" MENURUT (Al-Imam Abu Hamid Muhammad)

  بسم الله الرحمن الرحيم اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ اَنْعَمَنَا بِنِعْمَة الْاِيْمَانِ وَ الْاِسْلَامِ وَ أَعْطَىنَا اللِّسَانَ بِاَفْصَحِ ا...