MAKALAH
PENGANTAR ILMU FIQH
“KEISTIMEWAAN DAN
CIRI-CIRI ILMU FIQH”
OLEH KELOMPOK 10
NAMA :ULUL AZMI
JURUSAN AKHWAL SAKHSIYYAH
FAKULTAS
SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM (UIN)
MATARAM
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Kata pengantar.
Segala
puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat
limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
Agama
sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan
umat manusia dapat dikaji melalui berbagai
sudut pandang. Islam sebagai agama yang
telah berkembang selama empat belas abad
lebih menyimpan banyak masalah yang perlu
diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan
pemikiran keagamaan maupun realitas sosial,
politik, ekonomi dan budaya.
Dalam
penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala
yang penulis hadapi teratasi.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan Etos Kerja Bangsa
Jepang dan Islam, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber
informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan
berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang
dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga
makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas Mercu Buana. Saya
sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk
itu, kepada dosen pembimbing saya meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah
saya di masa yang akan datang dan mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca.
Mataram,
November 2018
penyusun
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Keistimewaan Fiqh Islam
Fiqih merupakan sisi praktikal dari syariah Islam. Syariah Islam sangat
luas. Ia merupakan sekumpulan hukum yang ditetapkan Allah untuk mengatur
hamba-hamba-Nya. Hukum tersebut ada yang ditetapkan Allah melalui Al-Qur’an
maupun As-Sunnah. Dari sisi lain, hukum-hukum tersebut ada yang mengatur tata
cara berkeyakinan dan ada yang mengatur tata cara amal-amal praktis.
Dan yang ke 2. Sesungguhnya ilmu fiqih adalah
ilmu yang cukup istimewa, unik dan punya banyak kelebihan. Dan tidak seperti
yang selama ini sering dituduhkan oleh musuh-musuh Islam, dimana niat dan
tujuan mereka sejak awal memang tidak baik.
Ciri-ciri
khas tersebut membedakan fiqh dari ilmu-ilmu yang lain. Ciri-ciri fiqh tersebut
ialah sebagai berikut :
1. Al Ilmu bi Al Ahkam (pengetauan tentang semua
hukum)Para ulama mengungkapkan fiqh adalah Al Ilmu bi Al Ahkam (pengetahuan
tentang hukum-hukum). Maksudnya ialah : Ma’rifat Al Insan biha (pengetahuan
manusia tentang hukum-hukum). Jadi fiqh adalah sifat keilmuan yang dimiliki
manusia. Manusia yang memiliki sifat tersebut dipandang sebagai faqih (ahli
fiqh). Demikianlah hakikat fiqh.Dalam ciri yang pertama fiqh tersebut di atas
tampak menonjol wujud dua unsur, yaitu manusia (orang) dan pengetahuannya. Wujud
fiqh memerlukan adanya manusia (orang) dan juga memerlukan pengetahuan.
Ringkasnya, pengetahuan itulah yang disebut fiqh.
2. Bi Al Ahkam (tentang hukum-hukum) Pengetahuan
manusia bermacam-macam. Tidak semua pengetahuan disebut fiqh. Fiqh adalah
pengetahuan manusia khusus mengenai hukum-hukum saja.
Adapun pengetahuan manusia
tentang selain hukum tidak disebut fiqh.Pengetahuan tentang hukum-hukum
tersebut sudah ada pada masa Sahabat Nabi saw, kaena sudah ada sahabat-sahabat
Nabi Muhammad saw yang mempunyai pengetahuan mendalam tentang hukum-hukum.
Sahabat-sahabat yang mengetahui hukum-hukum tersebut disebut Faqih (faqih),
yaitu orang yang ahli hukum-hukum.Ketika itu pengetahuan tentang hukum-hukum
tersebut belum dibukukan dalam buku-buku fiqh, namun pengetahuannya itu sendiri
sudah ada. Pada masa selanjutnya pengetahuan hukum tersebut ditulis dalam
buku-buku, sehingga lahirlah buku-buku fiqh. Orang yang hanya membawa atau
mempunyai buku fiqh, meskipun banyak dan mampu membacanya, tidak disebut faqih
(ahli fiqh).
3. Asy Syar’iyah (yang diambil dari Syariat)Di
atas telah dijelaskan bahwa hakikat fiqh adalah pengetahuan manusia khusus
mengenai hukum-hukum saja. Seperti kita ketahui sumber hukum yang dikenal dan
berlaku dalam masyarakat manusia bermacam-macam. Fiqh bukan pengetahuan menusia
tentang semua hukum apa saja, tetapi khusus tentang hukum-hukum yang diambil
dari syara’ saja. Inilah hubungan fiqh dengan syariat.Dalam pengertian fiqh di
atas diungkapkan dengan kata Asy Syar’iyah. Pengertian kata Asy Syar’iyah
tersebut ialah :“Hukum-hukum yang diambil (diperoleh) dari syara’, di mana Nabi
Muhammad yang mulia diutus untuk menyampaikannya.” Al Bannani menjelaskan
maksudnya lebih jelas lagi yaitu :“Hukum-hukum yang diambil dari dalil-dalil
yang ditetapkan Pencipta Syariat.”Pencipta syariat adalah Allah Ta’ala.
Jelaslah bahwa fiqh tidak terlepas dari syariat. Bahkan ia lahir dalam
pengakuan syariat itu sendiri.
4.
Al ‘Amaliyah (berkenaan dengan kaifiyyah amal perbuatan)Kata Al ‘Amaliyah
memberikan batasan bahwa fiqh terbatas pada hukum-hukum yang berkenaan dengan
kaifiyyah (cara) amal perbuatan saja. Dengan pembatasan ini, maka pengetahuan
manusia tentang akidah tidak termasuk fiqh, karena akidah bukan kaifiyyah amal
perbuatan. Dari sini jelaslah ruang lingkup fiqh.Sebenarnya batasan tersebut
tidaklah mutlak, karena dalam fiqh trdapat juga hukum-hukm yang tidak berkenaan
dengan kaifiyyah amal perbuatan, seperti hukum khamar yang telah berubah
menjadi cuka dengan sendirinya mengalami perubahan, yaitu dari najis menjadi
suci. Karena itu, sebagaimana dikatakan Bannany “hukum-hukum fiqh itu berkenaan
dengan kaifiyyah (cara pelaksanaan) amal perbuatan adalah kebanyakannya (pada
umumnya) saja.”, bukan mutlak semua hukum dalam fiqh seperti itu.Ada ulama,
seperti Al Amidi, mengganti kata Al ‘Amaliyah (amal perbuatan) dalam pengertian
fiqh ini dengan kata Al Far’iyah (cabang). Tujuan Al Amidi ialah untuk
membedakan fiqh dari pengetahuan tentang dalil-dalil fiqh. Misalnya asas bahwa
dalil-dalil adalah hujjah (menjadi pegangan dalam menetapkan hukum). Dalil
ialah seperti Al Quran, Sunnah dan lain-lain. Pengetahuan tentang asas tersebut
termasuk hukum-hukum pokok (primer), bukan bidang fiqh, karena fiqh membahas
hukum-hukum yang bukan pokok (primer). Sebab itu pantas disebut dengan cabang
(sekunder).
5. Al Muktasib Min Adillatiha At Tafshiliyyat
(pengetahuan tersebut diperoleh dari dalil-dalil hukum yang terperinci bagi
hukum-hukum tersebut)Ciri ini mengandung informasi tentang bagaimana lahirnya
fiqh. Kalimat ini mengungkapkan hakikat bahwa pengetahuan tentang hukum-hukum
amal perbuatan mukallaf (orang yang diwajibkan melaksanakan hukum) tersebut
tidak ditetapkan berdasarkan keinginan ahli fiqh, tetapi berdasarkan
dalil-dalil (dasar-dasar) hukum. Dengan demikian jelaslah bahwa fiqh bukan
kecenderungan atau keinginan manusia, tetapi kehendak Pencipta hukum, yaitu
Allah Ta’ala. Kehendak Pencipta hukum tersebut diselami melalui dalil
(dasar-dasar) hukum.Jelas dari pengertian fiqh di atas bahwa fiqh mempunyai
sumber yang lebih dikenal dengan istilah dalil. Sumber itu disebutkan juga
“mashdar” (yang biasanya diterjemahkan dengan sumber) dan “ashlu” (sumber
hukum).
2. Manfaat
Mempelajari Ushul Fiqh
Para
ulama Ushul Fiqh menyimpulkan bahwa tujuan utama Ushul Fiqh adalah mengetahui
dalil-dalil syara’, yang menyangkut persoalan ‘aqidah, ibadah,
mua’amalah, ‘uqubah dan akhlak.
Secara
sistematis, para ulama Ushul Fiqh mengemukakan kegunaan Ilmu Ushul Fiqh, yaitu
antara lain:
1. Mengetahui
kaidah-kaidah dan cara-cara yang digunakan mujtahid dalam memeroleh hukum
melalui metode ijtihad yang mereka susun.
2. Memberikan
gambaran mengenai syarat-syarat yang harus dimiliki seorang mujtahid, sehingga
dengan tepat ia dapat menggali hukum-hukum syara’ dari nash. Di
samping itu, bagi masyarakat awam, melalui ushul fiqh mereka dapat mengerti
bagaimana para mujtahid menetapkan hukum sehingga dengan mantap mereka dapat
memedomani dan mengamalkannya.
3. Menentukan
hukum melalui berbagai metode yang dikembangkan para mujtahid, sehingga
berbagai persoalan baru yang secara lahir belum ada dalam nash; dan
belum ada ketetapan hukumnya di kalangan ulama terdahulu dapat ditentukan
hukumnya.
4. Memelihara
agama dari penyalahgunaan dalil yang mungkin terjadi. Melalui ushul fiqh juga
para peminat hukum Islam mengetahui mana sumber hukum Islam yang asli yang
harus dipedomani dan mana yang merupakan sumber hukum islam yang bersifat
sekunder yang berfungsi untuk mengembangkan syari’at sesuai dengan kebutuhan
masyarakat Islam.
5. Menyusun
kaidah-kaidah umum yang dapat diterapkan guna menetapkan hukum dari berbagai
persoalan social yang terus berkembang.
6. Mengetahui
kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan dalam
berijtiahd, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan tarjih (penguatan)
salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan alasan.
3.
Tujuan mempelajari Ilmu Fiqh ialah:
Menerapkan hukum-hukum syariat Islam terhadap
perbuatan dan ucapan manusia. Jadi, ilmu Fiqh itu adalah rujukan (tempat
kembali) seorang hakim (qadhi) dalam keputusannya, rujukan seorang Mufti dalam
fatwanya, dan rujukan seorang Mukallaf untuk mengetahui hukum syariat dalam
ucapan dan perbuatannya. Inilah tujuan yang dimaksudkan dari semua undang-undang
untuk ummat manusia, karena dari undang-undang itu tidak dimaksudkan kecuali
untuk menerapkan materi hukumnya terhadap perbuatan dan ucapan manusia. Selain
itu juga untuk membatasi setiap mukallaf terhadap hal-hal yang diwajibkan atau
diharamkan baginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar